--> Saat Cinta Tlah Terbagi
NAMAKU Lili, ujarmu di perkenalan kalian dua tahun yang lalu, perkenalan yang akhirnya mengantarkan kalian ke pelaminan, pernikahan yang melempar kalian ke kesemuan yang lucu, kenyataan yang menyeret kalian ke dalam lakon berdarah siang itu!
Untuk
yang terakhir, kalian tidak hanya terlibat dalam perbincangan yang hangat, tapi
juga kerap bercumbu bagai tak menenggang keberadaan tetangga. Kadang Illy
tertawa keras-keras, kadang memekik penuh gairah, dan tak jarang melenguh
seolah tengah menuntaskan pertarungan- ranjang. Kalian selalu melakukannya
sepanjang hari.Bila kau pulang cepat, di waktu yang sama, kau buru-buru menyelinap
keluar dari pintu belakang.
Nama ku chindy….aku remaja ingusan 19 tahun yang udah
ngalamin cobaan2 yang aku rasa berat….singkat cerita nih,ayah aku tu seorang
pengusaha sangkar burung yang sukses banget tapi di awal tahun 2006 beliau
bangkrut,di khianatin sama teman kerjanya.MIRIS!!! setelah itu,beliau mencoba
bangkit dari keterpurukannya dan mencoba tes buat jadi karyawan swasta.dan
ternyata lolos.ayahku mulai bekerja menjadi kryawan sebuah kantor swasta dengan
gaji yang lumayan banyak lah cukup buat hidup sehari2.tapi….setelah beliau
bekerja di sana beliau jadi terlibat perselingkuhan,aku berkata begini karena
aku menyaksikannya
sendiri.singkat cerita juga ibu aku gak terima di perlakukan
seperti itu,dan naas nya ibu ku malah membalas dengan perselingkuhan pula.beliau
mulai berani jalan dengan teman laki2nya..bahkan aku pernah dengar dia masuk
hotel dengan salah satu teman laki2nya.bisa di bayangin betapa hancurnya hati
aku??sakitt banget kalo aku gak punya iman mungkin aku udah melakukan hal2 yang
menyesatkan.tapi bersyukur aku masih bisa mengontrol diriku.intinya keluarga
aku RUSAKKK
Saat aku mengalami keterpurukan ku yang luar biasa ini
seorang laki2 datang menawarkan kasihnya padaku,namanya vincent usianya 2 tahun
di atasku.dia begitu sabar terhadapku….dan juga terhadap keluargaku.Kami mulai
menjalin hubungan 1 oktober 2009 jam 10:41…aku sangat mengingatnya.betapa
bahagianya aku hari itu.Hari berganti hari,tahun berganti tahun tidak terasa
hub kami sudah 2 tahun…banyak sekali ujian bagi hubungan kami ini.tapi semua
itu mampu kami lewati karna besarya cinta kami.tapi tidak untuk masalah yang
kali ini
Yaaa…. Orang ke-3…sejak vincent pindah tempat kerja dia
mulai berbeda.ada seorang cewek yang aku tahu namanya Tisya.awalnya Tisya yang
ngejar2 vincent.setahu aku vincent ituorangnya gak mudah tertarik sama cewek
tapi ternyata aku salah.suatu ketika aku membuka hape nya vincent ada beberapa
sms dari Tisya
Tisya
mesagge::Sayang abis ini aku melucur ke kafe tunggu aku ya sayang.lalu aku buka
balasan sms vincent ke tisya aku berharap balasan itu tidak ada.tapi ternyata
ada.aku buka pelan2…
Vincent mesagge::Iya sayyanggkuuu aku tunggu ya..muach……Ya
Tuhan kaget banget aku.aku tanya pelan2 sama vincent “sayang ini maksudnya
apa??kok kamu manggilnya sayang2 sih ke tisya”aku lihat sorot mata gugup dari
mata vincent.tapi dia mencoba menjawab setenang mungkin.”ya ampun kok bisa sih
padahal aku gak bales sms dia lho sayang..ohh ini pasti ulahnya si Dikko,dia
emang usil banget sayang suka baca2 sms aku gitu.beneran deh yank bukan aku
yang balesin masa kamu gak percaya sih sama aku?”terpaksa aku
mempercayainya.tapi tidak 100%..singkat cerita aku mulai menyelidiki hubungan
mereka.dan ternyata memang benar mereka ada hubungan!!
suatu ketika ada seorang cewe yang ngasih tau aku.kalo
vincent sering ngasih cokelat ke tisya kalau tisya marah.padahal kalau aku yang
marah vincent malah balik marah ke aku.merasa tidak adil,kenapa harus terjadi
yang seperti ini apa kurangnya aku ke vincent.aku gak pernah nuntut macem2 sama
vincent tapi kenapa dia bisa tega sama aku.lalu aku mulai add facebook teman2
kerja vincent.aku mau telusuri foto2 mereka dan ternyata banyak sekali foto
mesra mereka,di kafe,mall,bahkan di pantai pun ada.bisa kalian bayangin kan
gimana rasanya.
Sabtu sore sepulang kerja aku ajak vincent ke taman buat
bicaraain ini baik2.dan akhirnya vincent mengaku kalau memang dia menyayangi
tisya,dia cinta sama tisya,dan gak bisa untuk lebih miilih salah satu antara
aku/tisya.Vincent nangis dan memohon untuk di beri kesempatan.dia minta waktu
untuk dia bisa melupakan Tisya.aku menurut saja karna aku sangat mencintai
Vincent.Setiap malam aku berdoa buat hubungan ini.aku minta yang terbaik untuk
hubungan aku dan Vincent.Tapi Tuhan menjawab lain.semakin hari vincent malah
semakin berani dengan hubungannya bersama Tisya….Aku sering denger dari
teman2ku kalau mereka bertemu vincent dan tisya di tempat2 umum berduaan.itu
udah menunjukkan betapa beraninya mereka.
Tapi aku juga tidak tahu harus berbuat apa.Vincent tidak mau
melepasku tapi aku tersiksa dengan keadaan seperti ini.lalu aku merenungi
kejadian ini.semua kembali ke aku.Ayah dan ibuku saling mengkhianati dan
berselingkuh…akhirnya anak yang jadi korban.mungkin seperti inilah perasaan
suami/istri selingkuhan ayah dan ibuku.aku baru masa pacaran bagaimana dengan
mereka yang sudah menikah dan mempunyai anak.betapa sakitnya hati mereka.kalau
sudah seperti ini siapa yang harus di salahkan??Tidak ada!!semua terjadi dengan
sendirinya.akan selalu begitu.dan saat ini aku memutuskan untuk keluar dari
semuanya.lebih mendekatkan diriku pada Tuhan.berharap Tuhan pulihkan hidupku
dan juga keluargaku.satu hal yang harus kita pegang HUKUM KARMA MASIH
BERLAKU…..
Berbuat baik pada siapa pun.dan menjaga kesetiaan itu
penting.Aku sudah mengalaminya.pedih sekali,sekecil apapun perbuatan kita pasti
ada balasannya…Tentang aku dan Vincent kami masih bersama tapi aku bertekad aku
pasti keluar dari semua ini.hidup ku tidak hanya untuk menanti kesetiaan
seorang playboy.karena aku percaya Tuhan sudah sediakan jodoh terbaik buat
aku.ayah dan ibuku masih belum berubah.tetap pada perbuatannya….Tapi suatu saat
mereka pasti sadar dan bisa menjadi orang Tua yang terbaik untukku dan
adikku.kisahku mungkin sederhana.tapi aku berharap ini bisa menjadi inspirasi
untuk orang di sekitarku….untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi…Amin
NAMAKU Lili, ujarmu di perkenalan kalian dua tahun yang lalu, perkenalan yang akhirnya mengantarkan kalian ke pelaminan, pernikahan yang melempar kalian ke kesemuan yang lucu, kenyataan yang menyeret kalian ke dalam lakon berdarah siang itu!
SEJAK
dipromosikan menjadi sekretaris direktur, sebagian besar waktumu kau habiskan
untuk urusan pekerjaan. Kau tak pernah tahu, sedari kau putar kunci Avanza lalu
meluncur ke kantor di utara kota, Illy selalu berhasil membawamu kembali. Dari
pagi hingga malam me ninggi, kalian membincangkan banyak hal. Dari pekerjaan,
kesetaraan gender, kurs rupiah yang makin anjlok, anggotaanggota DPR yang
beradu mulut dan saling tonjok, isu naiknya harga BBM, hingga perkara asmara.
Illy
juga selalu pandai berakting seolah sepanjang hari sibuk menulis artikel budaya
untuk koran lokal, beberapa puisi picisan untuk majalah remaja, menghitung
untungrugi beberapa usaha alternatif yang hingga kini belum direalisasikan,
atau membereskan pekerjaan rumah sebagaimana dilakukan oleh para ibu rumah
tangga --atau bahkan para pembantu rumah tangga. (Bukan, bukan kau yang
meminta Illy melakukannya. Dia sendirilah yang mengajukan diri seolah
menenggang kesibukan yang membelitmu, seolah tahu diri dengan status
penganggurannya). Selayang pandang, Illy memang tampil sebagai suami yang
sayang istri. Ya, walau menjadi penopang keuangan keluarga, kau tak pernah berpikir
untuk membabukan suami.
Kau
hanya sering heran, mengapa Illy selalu lupa merapikan seprei ranjang atau sofa
panjang ruang tengah. Kau selalu mendapati dua perabotan itu dalam keadaan
kusut atau berantakan. Kau tak pernah menaruh curiga kepadanya. Kau seolah
lupa, sepengangguran apa pun, Illy adalah seorang sarjana, Illy adalah
laki-laki normal yang haus kehangatan, Illy bukanlah seorang dungu yang
setia-buta menantikan kau pulang larut malam dalam keadaan lelah yang sangat
(dan Illy menyiapkan air hangat yang akan membilas lelahmu agar kau dapat
menyongsong malam dengan mimpi yang menerbangkan kepenatan). Lagi pula takkah
kau merindukan kehadiran seorang anak, Lili? Ah, yang terang, kau tak pernah
tahu, Illy hanya memandangimu yang pulas di sampingnya (Oh Lili, takkah kau iba
kepadanya?); kau tak pernah sadar bahwa kau tak pernah punya waktu untuk
bertarung dengannya di dalam kelambu brokat tembus pandang; kau juga tak pernah
tahu, akhirnya Illy melampiaskan gairah kepada kesepiannya, kepada yang
tiba-tiba meluangkan waktu untuk mendengar curhatnya, kepada yang tiba- tiba
mendengarkan setiap keluh-kesahnya, kepada yang selalu memberi pertimbangan
perihal usaha yang akan ia buka, kepada yang selalu memberi kenikmatan tak
tertanggungkan tanpa harus berlaku sepertimu dulu: menerapkan kamasutra yang
aneh-aneh lalu menganggurkannya sekian lama hingga saat ini! Kau sangat kejam,
Lili!
PAGI
itu, kau tergesa-gesa mengunyah nasi goreng masakan Illy ketika ponselmu
berdering nyaring. Direktur memintamu ke kantor lebih awal. Ada rapat mendadak
dengan klien di perusahaan. Tanpa banyak ba-bi-bu, kauoke- kan saja. Kau
tinggalkan sarapan yang baru kau lahap dua sendok. Terburu-buru kau ambil
segelas sirup-sunkis dan meminumnya seperempat isi. Setengah berteriak kau
pamit. Kau tutup pintu serampangan. Menuju Avanza yang baru selesai dicuci Illy
pagi tadi. Tak sampai dua menit, mobil metalik itu sudah membawamu menyusur
jalanan yang bingar oleh perang klakson. Di kantor, kau akan mendampingi
laki-laki fl amboyan yang kau panggil ’’Pak Direktur’’ untuk mengikuti rapat
yang akan dimulai satu jam lagi. Kau tahu kalau laki-laki itu sudah lama
menaruh hati kepadamu. Namun kau mengabaikannya saja. Tentu saja kau tidak
menunjukkanya. Kau masih cukup cerdas memilih; kapan me melengkungkan senyum,
kapan mengejek ketakberdayaan pimpinan. Kau selalu pandai berkilah bila
rekan-rekan kantor (khususnya yang wanita) kerap mengolok-olokmu. Kepada mereka
kau nyatakan bahwa kau memang tak membantah perihal Pak Direktur yang sangat
perhatian, namun kau menolak dikatakan mendapatkannya dalam porsi lebih,
apalagi dengan cara yang tak semestinya.
Pak
Direktur hanya ingin menunjukkan bahwa karyawan yang baik akan mendapat tempat
yang lebih layak, ujarmu sok bijak. Kau terenyak mendapati berkas-berkas di
dalam mapmu. Ada yang kurang. Kau lirik arloji mungil yang melilit pergelangan
tangan kirimu. Tiga puluh menit lagi rapat akan dimulai. Kau minta izin keluar
sebentar. Pak Direktur menunjukkan air muka keberatan. Namun senyum manis yang
kau sunggingkan, seolah-olah meyakinkan pimpinan perusahaan itu bahwa kau akan
kembali sebelum rapat dibuka. Ya, tentu saja tak kau katakan bahwa kau pulang
mengambil beberapa nota kesepakatan yang akan ditandatangani klien perusahaan
di akhir rapat.
Kau
nyalakan mobil. Kau tarik napas agak panjang sebelum menginjak pedal gas. Kau
akan mengemudi dalam kecepatan tinggi. Mobil melaju. Cepat. Kau pasang
konsentrasi tinggi. Mobilmu meliuk dengan mulus di beberapa simpang dan jalan
yang tak rata. Baru kali ini kau dapati bukti bahwa keadaan genting dapat
melecutkan keberanian hingga beberapa kali lipat. Kau bunyikan klakson beberapa
kali namun Illy tak kunjung membukakan pagar. Kau pun kesal. Kau turun dari
mobil. Kau menggeret pagar dengan muka kusut. Kau parkir mobil sekenanya di
halaman (sebenarnya bisa saja kau memarkirkan mobil di depan pagar tapi kau
khawatir ada mobil lain yang akan melintas di jalan kompleks yang sempit itu).
Kau menarik gerendel pintu depan dengan gerakan malas. Kau banting pintu. Kau
gegas ke ruang kerja. Kau membuka lemari yang biasa kau gunakan untuk menyimpan
berkas-berkas kantor. Sembari memeriksa berkas-berkas yang belum juga
ditemukan, kau memanggil-manggil suamimu. Tentu saja kau bukan hendak meminta
bantuannya untuk mencarikan beberapa map penting karena ia memang tak tahu
apaapa tentang pekerjaanmu. Kau hanya ingin memastikan bahwa suamimu ada di
rumah. Kau hanya ingin tahu mengapa ia tidak mengunci sekaligus membukakan
pagar dan pintu untukmu ... Mengapa ia mengabaikanmu! Praaanggggg!!
Kau
menoleh. Vas bunga kristal yang dihadiahkan Pak Direktur di hari ulang tahunmu
beberapa bulan yang lalu, tersenggol siku tanganmu. Pecah. Beling-beling
berserakan di lantai. Kau makin kesal. Mulutmu mulai merunyam. Beberapa kali
kau panggil suamimu dengan berteriak. Tak juga ada tanggapan. Ponselmu berdering.
Nama Pak Direktur mengedap-kedipkan layarnya. Irama degup jantungmu mulai
timpang. Butir-butir keringat berebutan menerobos pori-pori kulitmu. Kau
menarik napas panjang sebelum memutuskan menjawab panggilan. Klek! Perasaan
lega dan khawatir bertabrakan dalam dadamu ketika mendapati panggilan terputus
sebelum sempat kau jawab. Kau gegas menekuri lemari berkasmu. Ups! matamu
berbinar cerlang. Kau akhirnya menemukan apa yang kau cari. Kau melirik arloji
di tangan. O, rapat pasti baru saja dimulai, gumammu. Kau tahu, Pak Direktur
pasti marah. Tapi memilih mendampinginya tanpa berkas yang harus
ditandatangani, tentu dapat membuatmu terdepak dari posisi nyaman. Baru saja
hendak menuju pintu, kau mendengar suara dari arah kamarmu. O, suara itu memang
berasal dari sana. Dan, suara itu. O, benarkah suara itu benar-benar dari
kamar? Itu suara suamiku, batinmu bergetar. Suara itu, suara itu, desahan itu,
desahan yang menggambarkan kenikmatan yang tengah didaki. Benarkah desahan itu
memanggil-manggil namaku, batinmu menggigil. Bahumu turun-naik. Perasaanmu
benar-benar tak tentu. O, tidakkah kau sadar, sudah lama nian kau tidak membuat
suamimu mengeluarkan suara-suara yang meremangkan gairah? Dan kini.... O kini,
kepalamu bergasing demi menerka siapa yang telah membuat suamimu sebergelora
saat ini! Kau bersijingkat mendekati pintu kamar.
Pelan-pelan
kau buka pintunya yang tidak terkunci. Kau mengintip. Awalnya kau sipitkan
sebelah mata sebelum akhirnya tanpa kendali kau belalakkan kedua indera
penglihatanmu itu. Kau berteriak sembari berlari menuju suamimu yang bergeliat
di atas seprei ranjang yang kusut.
Paaakkkk! Sebelah tanganmu terasa berdenyar sehabis menampar sebelah
pipi laki-laki yang sedari tadi sibuk memegangi kelaminnya sendiri! Illy pun
terkesiap tak alang kepalang. Refl eks ia bangun, mengeret tubuhnya ke pojok
ranjang, lalu meraih selimut untuk menutupi kemaluannya. Ia benar-benar malu
dengan apa yang baru saja terjadi. Kau pun memandanginya dengan tatapan iba.
Sekujur tubuh suamimu simbah oleh keringat. Tampaknya kau benar-benar
merinduiku, Sayang..., ujarmu seperti bergumam. Suaramu seperti merasa sangat
berdosa. Illy masih menggigil. Ia seperti remaja yang habis digagahi tiga orang
sekaligus. Tatapannya kosong. Ia terus memanggil-manggil namamu. Kau tak kuasa
meneteskan air mata. Kau seolah baru sadar telah mengabaikan suamimu lebih dari
setahun belakangan. Kau lepaskan stiletto-mu. Kau naik ke atas ranjang. Kau
peluk suamimu seolah menenangkan seorang anak kecil yang habis dihajar ayah
tiri. Kau rapat-rapatkan dadamu ke wajahnya dan ia terus saja memanggil-manggil
namamu.
Aku
di sini, Sayang, ujarmu lagi dengan nada menenangkan seraya melepaskan syal
yang melilit lehermu. Aku juga sangat merinduimu, lanjutmu dengan wajah penuh
rona. Kini, kau lepaskan semua yang menutupi tubuhmu. Kau pikir, bercinta
dengan suamimu siang itu adalah salah satu cara untuk mengakui kealpaanmu
selama ini. Kau seperti mendadak tak peduli pada rapat di kantor yang akan
segera berakhir. Kau tak tahu kalau suamimu benar-benar bingung apa yang tengah
dihadapi. Sungguh, ia ingin melanjutkan percintaan denganmu, perempuan yang
menggiring jemarinya mencumbui selangkangan sendiri... Gubrraaakkk!! Tendangan
kaki kanan Illy membuatmu terjerengkang dari atas ranjang. Tubuhmu
berguling-guling di lantai. Kau rasakan banyak kunang-kunang mengitari kepala.
Pelipismu meneteskan cairan marun kental. Samar-samar kau lihat Illy meraih
tembikar seukuran tubuh bayi dan.... o o o, ia mengarahkannya ke arahmu, ke
kepalamu! Kau tak sempat berteriak, seolah membiarkan deringan ponsel dalam tas
kerjamu (nama Pak Direktur mengedap-kedipkan layarnya) membisingkan siang itu,
seolah membiarkan kematian datang bersama ketaktahuan yang mengenaskan: Yang
Illy inginkan bukan Lili, tapi Lily!
Sumber : kumpulan cerpen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar